Selasa, 09 November 2010

MEMBANGUN KESETIAAN

Bagi cowok, menggapai cinta dari cewek yang didambanya adalah harga mati. Gunung kan didaki, laut kan disebrangi. Resiko gak kuat atau tenggelam di tengah jalan itu dipikir belakangan. Yang penting semangat juang meraih cinta tidak terukur oleh apapun saking tingginya.
Bagi cewek, mendapatkan cowok yang ngayomi, dewasa, sabar, menyenangkan, dan mampu menyejahterakan hidupnya secara lahir-batin; adalah ukuran yang sering diidamkan. Bahkan ada yang sederhana mengukur kriteria ini dengan "yang penting materinya melimpah".

Jika cita-CINTA itu terwujudkan, maka ada yang mengukur gerbang pernikahan adalah puncak kenikmatan dunia. Makanya malam pertama dianggap sangat sakral. Tapi tidak sedikit juga yang gak sabar untuk milih 'curi start' :p. Jadinya malem pertama yang dijalani sebatas formalitas status, bukan kejutan sensasi he he.

Hari berganti hari. Bulan berganti bulan. Perjalanan pasangan yang saling mendambakan ini terus menghitung waktu menjalani kehidupan ini.
Ternyata, jalan kehidupan tidak selalu di puncak kemesraan, walau publik sering melihat pasangan ini terkesan fine-fine ajah. Jalan kehidupan demikian berliku, berkelok, berlubang, naik turun, dan kadang membuat kita sering terjatuh dan terjatuh lagi. Hingga, kesetiaan yang menjadi slogan terucap saat pertama kali berpegangan tangan bersumpah setia, menjadi sebuah kata kosong hilang rasa.

Ternyata godaan datang silih berganti. Namanya godaan, tentu terukur "lebih baik" secara logika, dibanding pasangannya kini. Bagi cowok, biasanya "baik" dimaknai ukuran "fisik". Bagi cewek, biasanya dimaknai "kemapanan". Fisik tidak lagi se-semlohai dan se-maknyuss dulu. Kemapanan kadang hanya tinggal janji. Betapa, terbukti sangat mudah mendapatkan pesaing yang jauh lebih baik dari pasangan kita. Masalahnya tinggal 2 hal, (1) apakah penggoda itu mau dengan kita, dan (2) apakah kita itu mau dengan penggoda itu.

Sang penggoda akan datang makin banyak jika kita mempunyai kelebihan harta atau kedudukan/jabatan atau status kebangsawanan atau profesi tertentu yang mampu memukau massa. Ngapain sih menggoda, kalo gak dapat hasil apa-apa. Begitu juga kita akan mudah tergoda makala merasa LEBIH cantik/ganteng, kaya, berpangkat, dan status superior lainnya.
Alasan kita membuka diri untuk penggoda pun bermacam-macam dalih. Ada karena tidak dipuaskan lagi dengan pasangan, ada yang terpaksa, dll. Tapi yang jelas banyak diantara kita yang aslinya bosan dengan pasangan. Manusia memang di-cap dari orok punya sifat mudah bosan dan sulit berterima kasih, kecuali orang-orang yang terpilih.

Bagaimana membangun kesetiaan? ada yang beralasan karena punya rasa cinta mati, yang tak lapuk oleh kerut-kerut ke-tua-an. Ada yang setia dengan alasan menghormati pengorbanan pasangan. Ingat sejarah betapa dulu merangkak, jatuh, senyum dan menangis bersama (kompak bener dah, red). Ada juga yang karena gak ada lagi yang mau dengan kita he he.

Mengukur kesetiaan tidak hanya sekedar dari fisik, materi, sex, pangkat dan kekuasaan. Kesetiaan butuh rasa pengertian dari pasangan. Pasangan berarti 2 pihak yang saling membutuhkan dan saling melengkapi. Menentukan pasangan tentu berdasar kriteria kecocokan yang paling banyak, atau perbedaan paling kecil. Sejak awal membina, kita harus paham bahwa dibalik kelebihan yang menggoda, tentu tersembunyi kekurangan di banyak sudut.

Alangkah gegabahnya jika kita menuntut ke-abadi-an di dunia yang fana ini. Fana artinya tidak ada yang abadi. Keabadian adalah milik-NYA. Sebagai hamba, perlukah kita menuntut kekuasaan setinggi DIA. Pasangan adalah bagian ke-fana-an dunia ini. Namun pasangan dapat diajak menggapai kebahagiaan yang abadi di kehidupan berikutnya. Yaitu pasangan yang saling mengingatkan dan mendoakan untuk kebaikan semesta.

OBAT KANGEN

Hakekat kehidupan manusia adalah mandiri, karena lahir seorang diri dan pergi ke alam lain juga seorang diri. Terutama dipandang dari sudut pertanggungjawaban kepada Sang Pencipta. Kelahirannya memang atas sponsor sepasang manusia, yang jadi bapak dan ibunya, walaupun banyak juga yang tidak jelas (tahu) siapa bapak dan ibu kandungnya.

Kelahirannya memang sering terikat dengan status anaknya ini, saudaranya itu, cucunya ini, ponakannya itu, tetangganya ini, temannya itu; kesemuanya, secara hakekat, hanyalah media untuk saling berbarter dalam amal atau dosa guna bekal menuju perjalanan ke alam berikutnya. Sekali lagi, hakekatnya kita adalah seorang diri.

Namun dalam perjalanan di alam dunia ini, tanpa sadar kita terlena oleh status dan pelayanan. Status sebagai anaknya ini, adiknya itu, pacarnya ini, istrinya itu, orangtunya ini, dst. Pelayanan akan pengabdian dan kasih sayang menuju pemanjaan dan kenikmatan dunia. Sehingga munculah mentalitas yang MERASA tidak bisa hidup mandiri. Seperti kita pernah mendengar ungkapan ini :
" Kau adalah belahan jiwaku..."
" Separuh jiwaku pergi...."
" Kaulah segalanya bagiku...."
" Garwo, sigaraning nyowo " (Istri adalah belahan jiwa)
" Hidupku goyah saat orangtuaku meninggal "
" Aku tak bisa hidup tanpa dirimu... " (keluhan saat patah hati / pisah)

Sebenarnya, proses pertumbuhan dan perkembangan manusia menuju pendewasaan dapat diartikan sebagai proses menuju kemandirian. Namun karena tumbuh rasa cinta dan memiliki pada apa-apa di dunia ini, membuat ke-ego-an kita tidak mau melepas obyek yang dimiliki atau dicinta tersebut. Bahkan dengan arogan sering mengatakan keberadaan obyek itu tidak tergantikan oleh obyek lain. Sehingga saat obyek itu pergi atau hilang, muncul putus asa dan kesedihan yang hampir tanpa solusi (karena tidak mau menerima pengganti). Fenomena ini dapat dilihat pada pasangan yang putus cinta, berpisah ruang (beda tempat), cerai, atau ditinggal pergi selamanya (baca: mati).

Memang benar bahwa manusia dijadikan punya rasa suka/cinta kepada sejenisnya, sesama manusia. Namun alam dan seisinya juga merupakan obyek cinta, asalkan kita bisa memahami dan menikmatinya. Lihatlah, banyak orang sangat mencintai binatang kesayangannya, tanaman hias koleksinya, rumahnya, mobilnya, dll. Sehingga saat benda itu rusak atau hilang, rasanya seperti kehilangan manusia yang dicintainya.

Rasa kehilangan yang amat sangat akan menimbulkan rasa kangen yang memuncak, sehingga sering melampiaskan dengan melamunkan obyek tersebut, melihat fotonya, membicarakan kesan saat bersamanya, dst. Kondisi ini perlu 'obat' agar tidak berdampak sistemik pada peri kehidupan kita di sisi yang lain, seperti hubungan bertetangga, suasana kerja, dll.

Obat kangen dimulai dari memahami dan menyadari bahwa hakekat hidup kita ini sendiri, jadi wajar apabila kembali menjadi sendiri-an. Kedua, memahami bahwa dunia ini fana atau tidak ada yang abadi, yang datang tentu akan pergi, memiliki tentu akan kehilangan; sehingga keberadaan siapa-apa saja di sekitar kita hanyalah 'tamu' yang sewaktu-waktu dapat datang dan pergi. Kita wajib memperlakukan 'tamu' dengan cara yang baik dan memperoleh manfaat yang baik pula, guna bekal masing-masing menuju alam berikutnya. Ketiga, saat berpisah, ikhlas, percaya dan sabar. Ikhlas karena memahami hakekat tadi dan apapun yang terjadi sudah menjadi garis-NYA. Percaya, karena ketidakpercayaan akan menghasilkan kegelisahan. Sabar, karena perjumpaan kadang tertunda atau bahkan melalui media lain. Keempat, memahami bahwa cinta semesta dapat ditujukan pada semua hal, baik yang konkrit maupun abstrak, jadi kita tidak perlu kehabisan koleksi dari obyek-obyek cinta.

Semoga kita termasuk orang yang mampu menikmati cinta dan kangen pada semesta ini.

KENAPA MALAS

Banyak orang pernah mengalami rasa malas di berbagai urusan. Namun jika kemalasan itu menimpa banyak urusan, orang tersebut sering disebut si pemalas. Sebutan kemalasan kadang diartikan "tidak bekerja". Bahkan kegiatan yang tidak berkait dengan aktifitas fisik (baca: tangan-kaki-tubuh bergerak), digolongkan kemalasan. Tentu anggapan ini akan berbeda di berbagai tempat. Biasanya akan menyebut "malas" apabila tidak menjalankan kewajiban. Misalnya pelajar, dikatakan malas jika tidak mau belajar. Misalnya pegawai, dikatakan malas karena hanya asyik membaca koran dan melalaikan tugas pokoknya. Misalnya dosen, dikatakan malas jika tidak mau menambah ilmunya. Misalnya ibu rumah tangga, dikatakan malas jika hanya asyik nonton sinetron tanpa mau masak-nyuci-nyapu. "Kan udah ada pembantu, " Kilahnya.

Bagaimana timbulnya rasa malas ?
Secara umum rasa malas muncul karena "tidak ada semangat". Semangat muncul apabila apa yang akan dikerjakan "menarik" bagi si pelaku. Makin menarik, gak usah disuruh, pekerjaan itu akan dilakukan dengan semangat tinggi. Tingkatan tertinggi dalam ketertarikan adalah : Cinta. Dengan modal cinta, gunung kan didaki, laut diseberangi.

Maka dalam pekerjaan apapun, modal cinta adalah sangat penting.
Boleh jadi pelajaran tidak menarik, tetapi guru/dosen yang menyampaikan sangat menarik, maka pelajaran itu jadi mudah diterima. Begitu juga sebaliknya, pelajaran yang menarik, tetapi penyampainya nyebelin, maka bisa-bisa tidak tersampaikan materinya ke siswa.
Ketika seorang anak disuruh orangtuanya membeli barang ke toko, tanpa ada ketertarikan dengan perintah itu, maka yang terjadi si anak akan malas-malasan dalam menjalankan tugas.
Demikian juga contoh-contoh lainnya.

Bagaimana mengurangi kemalasan dan mengubahnya menjadi semangat tinggi ?
Banyak sisi yang dapat digali dari kemalasan ini. Kita perlu mencari sisi mana yang menyebabkannya. Ibarat anak sekolah, malas datang bisa karena kurang dukungan orangtua, kurang uang saku, guru yang tidak menarik, pelajaran yang membosankan, teman yang jail, dll.
Ibarat pekerja, malas bisa datang karena gaji yang rendah, pekerjaan yang terlalu tidak manusiawi, boss yang arogan atau kikir, beban rumahtangga, dll.
Maka ubahlah sumber kemalasan itu menjadi semangat tinggi.
Mungkin tidak dapat langsung, tapi dapat didekati dari sisi lain di dekatnya.
Mungkin berada di kelas tidak semangat, tapi manakala ada TTM baru, rasanya ingin berlama-lama di kelas itu.
Mungkin disuruh orangtua gak suka, tapi dengan berpikir bahwa patuh pada orangtua adalah ibadah, maka perintah itu menjadi lumayan menarik.
Mungkin kuliah tidak menarik, sehingga lama lulus, tapi dengan mengingat betapa besar pengorbanan orangtua untuk beaya, serta doi yang harap-harap cemas menanti kelulusan untuk pekerjaan dan kemapanan sebelum "janur kuning melengkung"; semua akan mengubah kemalasan menjadi kebangkitan.

Jika semangat tidak bisa bangkit dari ke-ego-an diri, maka bangkitkan dari sisi kepedulian pada orang lain di sekitar kita.

Semoga kita makin bersemangat menjalankan kebaikan untuk semesta.

MEMOTIVASI ORANG

Banyak orang sangat menyukai pujian. Pencuri saja tidak mau dikatakan "maling". Koruptor juga mendambakan "tidak bersalah" di depan sidang pengadilan. Apalagi orang baik yang tiada cela.

Bentuk pujian sangat beragam, disesuaikan dengan siapa, umur berapa, dan dalam suasana yang bagaimana. Salah satu tujuan memuji adalah untuk memotivasi alias menyemangati.
Memuji Balita, ABG (remaja), Mahasiswa, Orang dewasa atau Manula; jelas beda jurusnya. Biasanya, makin muda, perlu memuji dengan vulgar, hiperbolis dan bombastis. Sebaliknya, makin tua, biasanya perlu ungkapan pujian yang semakin tersirat (tersembunyi) karena si empunya sudah banyak ego dan gengsi.

Terkadang memotivasi perlu bumbu yang sedikit bohong, atau bahasa yang berupa harapan tetapi dikatakan saat ini. Misalnya "Aku yakin kamu mampu menyelesaikan pekerjaan in !", walaupun sebenarnya si motivator agak ragu juga. Harapannya, kata "mampu" akan selalu tertanam pada sanubari si obyek, sehingga dia lebih bersemangat.

Banyak fenomena motivasi yang kita lihat dalam keseharian.

"Laris Pak/Bu?", sebuah sapaan atau pertanyaan yang tidak perlu dijawab, karena lebih dekat sebagai ungkapan motivasi dan doa semoga si penjual itu laku barang dagangannya.

Seseorang yang kurang percaya diri, mungkin perlu diajak berjabat tangan, sambil tangan kiri kita menepuk-nepuk bahunya sambil berkata : "Selamat berjuang, semoga sukses ya!".

Seorang ABG yang sedang belajar untuk persiapan menempuh ujian, sering dimotivasi orang tuanya "Nak, belajarlah yang tekun, nanti jika hasilnya bagus, Ayah belikan ......" atau "Ibu ajak jalan-jalan ke ....", tentunya disesuaikan dengan mimpi si anak dan kemampuan finansial orangtuanya.

Seorang kepala kebun sawit, pernah menerapkan "manajemen sebatang rokok". Caranya, dia berkeliling ke para pekerja secara acak. Lalu mengajak ngobrol sambil menawarkan "Rokok, Pak?". Hanya dengan umpan sebatang rokok, dia dapat mendengarkan curhat pekerja, sekaligus memotivasi. Dampaknya luar biasa, si pekerja termotivasi memperbaiki petak kebunnya, sambil berharap si kepala kebun akan kembali menjenguknya.

Seorang Boss perusahaan, kadang sedikit membuka rahasia dapur finansial kepada para anak buahnya dengan tujuan agar si anak buah ikut merasa memiliki dan memajukan perusahaan ini. Misalnya : "Saat ini perusahaan berusaha keras memberikan penghasilan kepada bpk/ibu. Namun berhasil tidak, atau besar kecilnya bonus akan ditentukan oleh kinerja anda masing-masing. Untuk itu marilah kita bekerja lebih keras lagi !".

Jangan pula meremehkan motivasi dari seorang idola. Bagi fans-nya, apapun kata sang idola, serta merta akan diikuti dengan semangat tinggi. Maka, wahai para pemimpin, jadikanlah dirimu sebagai tokoh idola bagi anak buahmu. Tentu saja dengan kinerja dan suri tauladan yang baik.

Semoga kita termasuk orang yang bisa memotivasi diri dan orang-orang di sekitar kita, menuju keberhasilan dan kesuksesan hidup.

KREATIF KARENA CERDIK

Pandai saja tidak cukup, karena dalam menghadapi permasalahan di depan mata -yang kadang mendadak- diperlukan jurus kreatif. Kreatif bermula dari kecerdikan.

Untuk menjadi pandai, membutuhkan penguasaan bahan sampai 100%. Namun dengan modal kecerdikan, kita bisa mengkreasikan modal 80% menjadi seperti tampilan 100%. Yang bodoh kelihatan lumayan. Yang lumayan kelihatan bagus. Yang bagus kelihatan sangat bagus.

Ketika sedang ujian tulis. Kadang daya ingat kita mentok di tengah jalan, padahal tadi malam sudah dipelajari. Orang yang tidak kreatif, memilih menyudahi pekerjaan dan keluar ruangan. Bagi orang yang kreatif, dia akan menggunakan cara lain agar jawaban terasa lebih maksimal. Misalnya dengan tulisan diperbagus, ditambah gambar/skema, diberi garis tepi, dan uraian jawaban diperbanyak. Sehingga hasil akhir terlihat seperti maksimal.

Orang-orang super cerdik banyak memilih jalur partai politik. Karena disana dengan mudah memutar fakta, membuat kambing hitam, mengalihkan perhatian, tawar-menawar kepentingan, membuat propaganda instan, berkomunikasi dengan bahasa mengambang, dan sangat pandai tampil dengan topeng. Jika tidak cerdik, aktifis partai akan mudah terbaca kelemahannya oleh lawan.

Bagi Badan Intelejen, kadang secara cerdik melempar dua fakta yang saling bertolak belakang dan terasa sama-sama benar, ke publikasi masyarakat umum. Ini adalah langkah cerdik dalam rangka melihat respon masyarakat, apakah cenderung memilih fakta A atau fakta B. Sehingga keputusan yang akan diambil oleh Big Boss tidak bertentangan dengan suara rakyat.

Bagi seorang presenter, boleh jadi 70% persiapannya lebih banyak untuk mental daripada menyiapkan untuk menguasai materi. Sehingga tentu dia akan tampil pada hari H dengan kemampuan tidak maksimal. Namun presenter dapat melakukan berbagai taktik agar terkesan sangat menguasai materi dan tampil memukau, seperti : tampil rapi, memuji audien, menjelaskan sebagian karena sebagian lagi disimpan untuk tanya jawab, menjawab dengan pancingan pertanyaan, menggunakan kata "diperkirakan"-"relatif"-"cenderung" untuk penilaian yang masih meragukan tapi berkesan ilmiah, dan tidak menampilkan materi yang tidak dikuasainya.

Bagi seorang model, kekurangan diri dapat ditutupi dengan jurus cerdik. Misalnya orang pendek memakai sepatu hak tinggi. Wajah kotak ditutupi rambut bergerai ke pipi. Badan gemuk memakai motiv garis vertikal. dll.

Menjadi pandai memang dambaan banyak orang. Tetapi kepandaian perlu diimbangi dengan kecerdikan, sehingga kita cekatan dalam membuat keputusan genting untuk memperoleh langkah jitu.
Ciri utama pemimpin adalah kecerdikan dalam membuat keputusan di saat genting/kritis/krisis.

SIAP MENANG, SIAP KALAH

Siap Menang, Siap Kalah


Ketika ajang pertandingan dimulai,
Ketika waktu pemilihan suara dimulai,
Banyak orang mengaku pantas untuk menang
Banyak orang tak percaya akan kalah

Ketika logika sayembara mengumandang
Dimana pemenang hanyalah satu
Dimana yang kalah lebih dari satu
Suara pro dan kontra sontak meradang

Yang menang, tak siap untuk menang
Merasa tak perlu merangkul yang kalah
Merasa meraih menang tanpa fitnah
Merasa bisa berbuat apapun dengan kekuasaan

Yang kalah, tak siap untuk kalah
Mencoba mencari kelemahan pemenang
Mencobati menyusun aksi pemboikotan
Merasa lepas dari semua tanggung jawab

Mengapa yang menang dan kalah saling mendiamkan
Bukankah permainan hanya persitiwa biasa
Mengapa permusuhan menjadi episode lanjutan
Bukankah agenda suci banyak yang menanti

Mengapa kita paling hoby untuk mencaci
Mengapa kita suka memupuk permusuhan
Semua terjadi bukan karena mereka
Semua terjadi akibat emosi diri

Marilah membangun dengan cinta
Pemenang punya kelemahan, butuh bantuan
Yang kalah punya kelebihan, butuh rangkulan
Sang mantan punya sejarah, untuk belajar hikmah

Sangatlah memalukan suatu kaum
Ketika asyik dengan pertempuran sesama
Ketika lupa menatap tantangan di muka
Ketika iri-dengki menghancurkan cita-cita

Mari siap untuk menang, siap untuk kalah
Jadilah yang terbaik dalam melangkah
Cerita anak cucu menantikan baktimu
Wahai orang-orang yang bermutu

PERTEMANAN ATAU KEPENTINGAN YANG ABADI ?

Sebuah koran lokal menampilkan suara pembaca dengan judul "anggota dewan itu membela rakyat atau partai, sich?". Mungkin melihat kinerja Tim Pansus yang mendadak ada 'aklamasi' menjelang masa berakhir hari kerjanya.

Aku jadi senyum-senyum sendiri. Menurutku, itu pertanyaan yang tidak perlu ditanyakan. Lha wong sudah ceto welo-welo (baca: sudah sangat jelas) buktinya di lapangan. Paling tidak bagaimana para anggota dewan bersikap ketika tampil diliput berbagai media.

Demokrasi yang sudah berjalan di negeri ini ya memang seperti ini. Rakyat nyontreng tanda gambar dan nama calon anggota dewan, yang hampir pasti hanya berupa kesan subyektif si pencontreng. Kemudian akumulasi contrengan itu dianggap legalitas kemenangan partai dan terpilihnya anggota dewan. Proses ini dianggap legitimet (baca: di acc rakyat). Sehingga wajar jika kemudian anggota dewan bisa mencak-mencak dengan dalih "mengatasnamakan rakyat". Demikian juga dengan pengurus partainya, bisa bertingkah polah semaunya dengan memainkan manuver jitu untuk memegang kendali, ber-"dagang sapi", ber-koalisi, ber-oposisi, dll.

Kadang muncul pertanyaan nakal, darimana partai-partai itu mendapatkan amunisi (dana) untuk kampanye pemilu, pilpres, dan pilkada? lha wong kita belum pernah lihat partai-partai itu punya anak perusahaan yang bergerak di bidang bisnis. Sehingga, mereka bisa mengambil keuntungan laba bisnisnya untuk 'amal' kepada seluruh rakyat. Apalagi partai itu bisa membuat kantor yang representatif (baca: mau bilang mewah gak tega), posko-posko yang ciamik, dan menebar banyak atribut dan angpaw yang weleh-weleh.
Mungkinkah itu "sumbangan sukarela" (tidak mengikat) ?
Siapa to penyumbangnya kok super dermawan banget ?
Ataukah ada pertemanan abadi dari para fans-nya ? seperti ketika kita melihat para fans yang menggilai Michael Jackson dan meratapi kepergiannya?

Kalau boleh bermimpi, aku juga ingin jadi anggota dewan, gaji tinggi, tunjangan super tinggi, kerja 4 tahun langsung dapat pensiun, bebas nyodok sana-sini karena meng-atasnama-kan rakyat, dan yang jelas.... bisa kaya mendadak.

Aku juga bermimpi ingin ikut nyalon pilpres atau pilkada, asal gak perlu rangkul-rangkulan dengan partai. Takut "tawar-menawar harga pas tancap gas". Inginnya sih nyalon via facebook, biar tinggal add, gak perlu tebar angpaw dan jurus tersembunyi agar bisa "balik modal".

Mimpi kan gak berdosa hehehe...

Suhu pernah memberi wejangan "tidak ada pertemanan yang abadi, yang ada adalah kepentingan yang abadi".
Hmm... lamunan menjadi melayang kemana-mana. Banyak sahabat yang dulu sangat akrab, eh sekarang seperti gak kenal, gak mau kabar-kabari. Banyak orang yang dulu tidak kenal sama sekali, sekarang lengket kayak perangko.
Pertemanan, permusuhan, percintaan, kebencian... semua datang-pergi tanpa permisi.

PUNYA MUSUH

Andai kita berbuat jahat, wajar jika banyak orang berpotensi akan memusuhi dan membenci kita. Namun, saat kita merasa telah berbuat baik, sangatlah aneh apabila ternyata ada orang yang masih memusuhi dan membenci kita.

Perbuatan baik dan buruk yang dilakukan untuk diri sendiri, biasanya tidak berdampak luas, kecuali curahan perhatian dari orang-orang terdekat saja. Namun, perbuatan baik dan buruk yang dilakukan di tengah perhatian banyak orang, atau dilakukan demi kepentingan banyak orang, jelas akan memberikan konsekuensi pro dan kontra. Semulia apapun perbuatan kita, ternyata tetap akan menimbulkan kontra, karena tidak semua orang menyukai perbuatan mulia yang kita lakukan.

Kadang secara manusiawi kita mengeluh, "kok tega bener ya, aku dah berbuat dan berkorban sebesar ini, masih saja ada yang mencela, mencurigai dan memfitnahku...".
Namun kita perlu belajar dari sejarah, terbukti bahwa orang-orang tersuci dari agama manapun, juga mempunyai koleksi orang-orang yang memusuhinya. Apalagi kita yang kualitasnya sangat jauh dari ukuran orang suci tersebut.
Jika berpikir ini, mungkin kita jadi sedikit lega, minimal bisa merenung "ya wajarlah kalau masih ada yang memusuhi...".

Sudah garis-NYA, bahwa kehidupan di dunia ini berisi keseimbangan, antara baik dan buruk, antara pahala dan dosa. Keduanya akan sering bersaing untuk saling menghilangkan. Jadi wajar apabila ada keburukan yang akan selalu diluruskan oleh kebaikan. Atau kebaikan yang akan dirayu oleh keburukan.

Kita juga sadar bahwa manusia akan selalui diuji sesuai dengan takaran kematangannya. Makin tinggi levelnya, makin besar pula ujiannya. Tak perlulah kita mengklaim bahwa "aku orang yang paling tidak beruntung" atau "Tuhan tidak adil pada nasibku". Musuh itu akan senantiasa se-level. Kenapa? karena kemanapun dan bagaimanapun derajat yang diraih, ada bayangan diri yang selalu menjadi tandingan dalam memilih jalan-NYa, itulah yang bernama Hawa Nafsu sendiri.

PILIH KASIH

Di saat kita mempunyai beberapa atau banyak orang untuk dikasihi, di saat berikutnya kita akan mendapat respon dari mereka, apakah kita termasuk orang yang adil membagi kasih sayang ataukah termasuk orang yang "pilih kasih".

Keadilan membagi kasih sayang itu memang mudah diucapkan, tetapi sangat sulit dipraktekkan karena kita juga manusia yang bisa emosi, lelah, mengantuk. lapar, dll. Sementara 'keadilan' yang sering dituntut adalah bentuk pemberian yang serba sama. Benarkah?

Orang tua yang banyak anak, dituntut adil membagi kasih sayang. Namun fakta menunjukkan data si anak yang beda umur, jenis kelamin, watak, penampilan dan prestasi. Banyak orang tua yang tidak luput dari argumen subyektif dalam memperlakukan anaknya. Biasanya "yang paling" itu akan diberikan kasih sayang yang sesuai. Anak bungsu, anak tunggal, lucu, penurut, penampilan menarik, dan prestasinya baik; akan cenderung mendapatkan kasih sayang yang melimpah. Namun ada juga orangtua yang mencurahkan perhatian pada "yang kurang" agar anaknya ini lumayan dapat mengimbangi sodara kandungnya yang lain.

Guru, walau dituntut untuk selalu obyektif mendidik dan menilai, juga tidak luput dari rayuan subyektifitas. Biasanya, tetap saja ada 1-2 siswa yang sangat diperhatikan dan dikasihi. Mungkin karena dia pandai. Mungkin karena lucu dan menyenangkan. Mungkin karena penurut. Tapi yang jelas, siswa-siswi terkasih itu telah berhasil mengambil hati dan mencuri perhatian dari sang guru.

Fakta sejarah juga menunjukkan bahwa sang Nabi pun tidak bisa membagi hati sama rata untuk semua istrinya. Ini artinya bahwa manusia memang tidak bisa membagi hati (rasa cinta) yang sama besar. Maka perintahNYA adalah "berbuat adil". Artinya, yang perlu di-adil-kan adalah perbuatannya, bukan perasaannya. Namun perasaan yang berbeda juga tidak perlu diucapkan karena akan menimbulkan kecemburuan. Ucapan adalah termasuk perbuatan, jadi bisa di-adil-kan. misalnya dengan mengatakan "aku mencinta dan menyayangi kalian semua".

Sebaiknya kita berusaha berbuat adil pada amanah yang kita emban. Walau tentu saja, komentar "tidak adil" atau "pilih kasih" akan tetap menjadi bumbu dalam menyemangatkan niat baik kita ini.
Selamat berbuat adil dalam mengasihi dan menyayangi...

MENAHAN DIRI

Ketika kita giat berlatih ilmu beladiri, merangkak dari sabuk putih (Pemula) ke sabuk hitam (Dan I, dst), latihan bukan hanya pada ketangkasan fisik untuk menangkis dan menyerang. Latihan juga otomatis akan menguji mental. Bukan sekedar harus berani melawan siapa saja, tetapi juga harus mempertimbangkan beberapa hal prinsip. Pertama, bertarung dalam rangka membela kebenaran. Kedua, bertarung adalah langkah terakhir manakala ucapan tidak mempan. Ketiga, bertarung manakala ada nyawa yang terancam.
Namun godaan mental yang sering menyusup melalui hawa nafsu adalah keinginan untuk bertanding dengan siapa saja. Niat pertama hanya untuk membuktikan jurus yang dipelajari. Niat yang liar adalah berseminya benih-benih kesombongan, bahwa dirinyalah yang paling layak disebut pendekar tanpa tanding.

Ketika terbiasa memandang perilaku orang, dilanjutkan dengan merenungkan mengapa, apa dan bagaimana selanjutnya perilaku itu, maka diri ini akan terasah dengan ilmu kahuripan berupa ilmu titen. Yaitu ilmu yang mampu membaca tanda-tanda tersirat untuk mengungkap karakter orang. Keinginan melatih, kadang diartikan sebagai membaca karakter orang sebanyak-banyaknya. Sampai di sini mungkin tidak salah. Tetapi ketika hasil bacaan itu dipublikasikan, baik kepada obyek yang kita baca, atau woro-woro ke khalayak rame; saat itu pula hasil penilaian bisa menjadi antiklimaks. Kita akan mudah dituduh sok iseng, sok usil, dan bahkan tidak tahu diri. Kenapa, pewatakan orang yang bernuansa negatif jamak dimengerti sebagai aib. Sehingga kita dianggap telah membuka aib orang. Celakanya, beberapa orang yang terbaca itu kadang melakukan perlawanan dengan mengirim serangan balasan. Bisa jadi kitalah yang gantian akan diserang rame-rame oleh mereka yang pernah jadi obyek bacaan karakter tadi.

Ketika punya kemampuan mengobati dengan dalil keikhlasan bin ketulusan, maka diri kita akan terpancing untuk menolong siapa saja tanpa pamrih. Bahkan kita serta merta tergerak untuk menolong siapa saja, dengan atau tanpa diminta. Kesannya memang baik, tetapi terkadang pertolongan tidak diharapkan oleh si pasien. Bisa jadi si pasien tidak percaya pada pertolongan kita, sehingga pertolongan akan diartikan sebagai 'ada maksud lain'. Ketidaksembuhan hanya akan meninggalkan kesana bahwa kita dianggap sebagai orang yang sok pintar. Ngakunya bisa ngobati, kok gak sembuh. Pasien terlalu menyamakan istilah mengobati dengan menyembuhkan. Padahal tidak semua pengobatan dapat menyembuhkan. Finalnya kesembuhan jelas membutuhkan ijinNYA.

Tiga fenomena di atas patut menjadi pelajaran berharga bagi kita, bahwa pertolongan dan pemanfaatan ilmu yang kita miliki perlu disalurkan dengan cara-cara yang bijak dan tidak menimbulkan dampak yang negatif. Ada baiknya kita menahan diri, untuk memperdalam ilmu, untuk menuju titik ikhlas bagi kedua belah pihak, dan untuk mengusir benih kesombongan yang mungkin tumbuh dalam hati kita.
Orang yang pandai beladiri, biasanya malah suka menyembunyikan kelebihannya ini.
Orang yang bisa membaca karakter orang, sebaiknya menggunakan pada situasi dan kondisi yang tepat.
Orang yang pandai mengobati, biasanya selalu mengaku sebagai orang bodoh yang tidak punya kemampuan apa-apa.

Hakekat ke-SENDIRI-an

Mari belajar memahami proses perjalanan manusia, dari alam kandungan menuju alam akherat, namun harus mampir dulu di alam dunia.

Manusia lahir seorang diri, bertelanjang tanpa busana, dengan kebanyakan awal masuk ke alam dunia ini dimulai dengan tangisan.
Lahir seorang diri. Kemudian orang-orang sekitarnya mengenalkan siapa ayah ibunya, siapa saudaranya, siapa temannya, dll. Perkenalan dan pergaulan dengan orang lain ini sering tanpa sadar membuat kita "merasa tidak sendiri lagi". Ini gambaran normal.
Ada juga manusia yang terlahir tanpa tahu siapa bapak ibunya. Dia terdampar dan dipelihara entah oleh siapa. Walaupun tidak ada status keterkaitan secara biologis, namun dapat pula tercipta hubungan orangtua-anak-saudara, asalkan semua itu mendapat kesepatakan bersama.

Adanya modal perasaan, membuat manusia mampu merasakan benci, cinta, cemburu, iri, dll, dengan manusia lainnya.
Adanya logika, membuat manusia bisa berhitung untung rugi, kepada siapa minta tolong, kepada siapa menyuruh, dll.

Ketika manusia di dunia, muncul pertanyaan, apa tujuanNYA menciptakan orangtua, saudara, pasangan, teman, dll. buat dirinya. Apakah sekedar untuk menikmati kebahagiaan, mengumbar hawa nafsu, dll. Ada yang menjawab dengan santun, bahwa semua itu dalam rangka ibadah. Tetapi ibadah apa?
Kemudian banyak orang yang sedih, depresi, dan tidak ada gairah hidup manakala dia ditinggal mati oleh orang-orang terkasih (baca: yang mencurahkan kasihsayang kepadanya). Salahkah fenomena ini?

Sebenarnya, manusia itu diciptakan seorang diri, lahir seorang diri, dan akan menuju alam berikutnya juga seorang diri. Makna seorang diri adalah bahwa semua perbuatan harus dipertanggungjawabkan sendiri.

Sebenarnya, perjalanan panjang ini memerlukan 'barter' dengan Sang Pencipta berupa perbuatan amal kebaikan. Keberadaan orang lain (orangtua, saudara, teman, pasangan, dll.) secara hakekat hanyalah merupakan teman untuk berbarter. Kita berikan amal kebaikan ke mereka, maka Allah akan melapangkan perjalanan kehidupan lintas dunia.
JADI, kebaikan yang kita perbuat bukan KARENA MAKHLUK, tetapi semua berpulang pada alasan karenaNYA.
Dengan begitu, kita tidak terlalu ambil pusing dengan feedback (umpan balik) dari orang yang kita ajak barter, karena besarnya kebaikan bukan dinilai dari besarnya 'kembalian' dari mereka. Ukuran kebaikan hanyalah perjanjian kita denganNYA.

Ketika kita mencintai orang, bukan karena orang itu membalas cinta kita, karena cinta kita berikan itu atas 'barter' denganNYA. Sehingga cinta kita tidak perlu berubah jadi benci apabila gayung tidak bersambut.

Ketika orangtua mendidik anaknya, tentu ada harapan agar anaknya juga bisa berbakti pada kedua orangtuanya. Andaikan tidak terjadi, itu bukan alasan orangtua untuk berhenti menyayangi anaknya.

Ketika seorang anak berbakti pada orangtuanya, itu bukan karena orangtuanya memberikan materi atau kasihsayangnya. Kebaktian itu adalah 'barter' si anak dengan Sang Pencipta. Jadi apapun respon orangtua, si anak tetap tak bergeming untuk selalu mengedepankan baktinya.

Semakin besar harapan kita untuk mendapat imbalan dari makhluk,
Semakin besar pula rasa sakit dan kecewa yang akan dirasakan.
Bahkan banyak orang berujung pada upaya kefasikan (merusak diri sendiri). Karena dia sudah terjebak ucapan untukNYA dipersonifikasikan untuk manusia, seperti :
"Kaulah segalanya bagiku"
"Aku tak bisa hidup tanpamu"
"Dunia ini terasa hampa tanpa engkau di sisiku", dll.

Untuk itu, makna ke-SENDIRI-an bukan berarti memupuk keegoisan, tetapi lebih menyadarkan bahwa semua yang ada di dunia ini hanyalah saran untuk menuju langkah berikutnya.

MERAPIKAN DIRI

Jika ingin tahu bagaimana kepribadian seorang remaja, tengok saja bagaimana suasana kamar tidur dan kebersihan kamar mandinya. Dengan syarat, tidak ada orang lain yang membantu untuk membersihan atau merapikan isinya. Ketika hidup sedang dibuai mimpi setinggi langit, sering kita tidak begitu peduli akan bagaimana kerapian suasana di sekitar. Penataan ruang menjadi susuatu yang tidak penting. Tapi kadang malah menjadi masalah, manakala kita merasa sulit menemukan benda yang kita cari, seperti hand phone, sisir, ballpoint, dll, karena ditaruh tidak pada tempatnya.
Berikut beberapa tahapan dalam menuju kerapian diri.

1. Merapikan Ucapan
Banyak orang belepotan saat bicara, maka perlu merapikan kalimat yang diucapkan mendekati SPOK (subyek-predikat-obyek-keterangan) atau minimal SP (subyek-predikat). Hal ini sangat penting sebagai sarana bagi mereka yang ingin memperdalam ilmu presentasi.
Mencari momen waktu yang tepat dalam menyampaikan ucapan tertentu juga termasuk kerapian. Kapan itu disampaikan, kapan harus diam, dan kapan penyampaian itu ditunda.

2. Merapikan Pakaian
Banyak pelajar dan mahasiswa tidak tahu mengapa mereka disuruh berpakaian rapi oleh guru/dosen. Harus pakai baju berkerah, tidak boleh pakai kaos oblong; saat sekolah/kuliah. Harus pakai sepatu dan kaos kaki, dll. Namun, ketika mereka sudah memasuki dunia kerja, kerapian yang dilatih selama ini akan menuai hasilnya. Dunia kerja sangat membutuhkan kerapian penampilan. Bahkan banyak yang kesehariannya mengharuskan berpakaian jas dan berdasi.

3. Merapikan Kamar
Bukan masalah harga atau kualitas barang, kerapian menuju pada penataan dan perawatan barang tersebut. Sebaiknya ditata dengan letak tetap, kecuali ada perubahan tataletak (agar tidak bosan); dimana meletakkan tempat tidur, meja belajar, meja rias, hand phone, laptop, dll. Tempat tidur juga perlu ditata, dimana bantal dan gulingnya. Dimana memasang cermin, agar enak buat berdandan. Setelah beraktifitas, upayakan menaruh barang kembali sesuai pada tempatnya, sehingga daya ingat kita akan dipermudah, bahwa harus mengambil sisir disini, mengambil handphone di situ, dll.
Kamar mandi juga perlu dirapikan. Banyak orang mengambil odol, lupa menutup lagi. Banyak orang asyik menaruh sabun dan shampoo di bibir bak mandi, sehingga air bak cepat keruh. Cobalah menata kamar mandi, sehingga jelas dimana menggantungkan pakaian, dimana menaruh sabun-odol-shampoo, dimana cermin (bila perlu), dll.

4. Merapikan Data Komputer
Bagi pengguna komputer, cobalah pisahkan antara program (biasanya di C:) dan data (biasanya di D: dst). Buatlah kamar-kamar (folder) yang disesuaikan dengan jenis datanya. Bagilah folder sesuai kebutuhan, misalnya : Biodata, Rumah, Kantor, Hobby, Foto, Presentasi, Teman, dll. Jika anda sering bepergian pada pekerjaan lapangan, mungkin perlu membagi data berdasar nama wilayah. Setiap orang bebas membuat nama folder. Yang terpenting, pemakai akan mudah ingat dan kenal ketika akan mencari sebuah data.
Walaupun komputer secara otomatis mencatat waktu penyimpanan, tidak ada salahnya kita buat keterangan waktu pada nama file. Apalagi pada file-file yang masih terus direvisi. contoh : pidato_updateJuni2010.
Sekali waktu, kita perlu menyempatkan diri untuk membuang (delete) data-data yang memang pasti tidak berguna lagi.

5. Merapikan Daftar Nama di Hand Phone
Ini berlaku bagi mereka yang jumlah kolega/teman sudah ratusan atau lebih, karena pasti akan ditemukan nama panggilan beberapa teman yang sama, terutama pada nama-nama yang terkenal dipakai sebagai nama orang pada komunitas tertentu, misalnya : bambang, dewi, sri, agus, dll. Silahkan membuat nama dengan keterangan instansi atau asal daerah. Atau bahkan dibalik, apabila memang itu yang mudah diingat. Contoh : Agus_Jogja, Agus_Semarang, KLH_Bu_Sri, KLH_Bu_Elly.

6. Merapikan Data Masyarakat
Hidup di tengah masyarakat, perlu jurus jitu bagaimana bergaul. Salah satunya dengan mengoleksi nama dan alamat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kemana telpon apabila gas habis, listrik konslet, kebakaran, sanyo (pompa air) ngadat, dll. Siapa langganan pemijat kita. Siapa langganan dokter kita. dll. Jangan sampai saat ada kasus, kita kelabakan dan marah-marah gak jelas, karena tidak cepat menemukan solusi.

AKU INGIN MELUPAKAN

"Aku ingin melupakannya", begitu kata sebagian besar orang-orang yang mempunyai kenangan buruk di masa lalu.

Kenangan itu boleh jadi berasal dari orang yang dulu menjadi cinta pertamanya, namun nasib tidak membuat hubungan cinta kasih berlanjut. Bisa juga seorang anak yang kehilangan orangtua yang dicintainya, entah karena wafat, atau pergi bertahun-tahun tiada kabar.
Atau mereka yang pernah gagal dalam berumah tangga, pernah dikhianati orang yang paling dipercaya, dan hal-hal lain yang sangat membuat batin sangat terguncang karenanya.

Mengingat kenangan itu dinilai negatif, maka banyak orang itu ingin sekali menghapus kenangan itu. Seperti kita menghapus file dalam komputer, bukan sekedar klik "delete", tapi juga sampai "recycle bin", agar semua file itu benar-benar terhapus.

Banyak orang meng-analog-kan dirinya dengan komputer. Kita sering lupa bahwa segala ingatan itu akan sangat sulit dilupakan, kecuali pikun, lupa ingatan (baca: gila), atau sudah ber-transmigrasi ke dunia lain (baca: wafat). Benarkah kita bisa melupakan kenangan buruk itu. Atau semakin dilupakan, malah akan semakin ingat dan semakin pula menyakitkan.

Benarkah kita percaya pada pengakuan orang, bahwa dia sudah melupakan masa lalu? Ataukah pernyataan itu bersifat diplomatis belaka. Aslinya, dia tetap masih ingat, cuma tidak terucapkan, karena demi menjaga stabilitas saat ini. Kejujuran itu kan tidak selalu harus diucapkan.

Ungkapan "melupakan" itu lebih tepat sebagai jawaban diplomatis, yang bertujuan "menenangkan". Pertama, menenangkan diri, bahwa kenangan buruk itu tidak perlu lagi dikenang apabila memang berdampak kurang baik. Kedua, menenangkan orang-orang yang akan terganggu stabilitas mentalnya apabila kita membuat pengakuan masih ingat masa lalu itu.

Ungkapan yang salah kaprah ini sering dimaknai apa adanya, sehingga salah persepsi pula. Misalnya :
"Gimana ya, agar aku bisa melupakan sang mantan?"
"Aku masih sangat terkenang pada orangtuaku yang sudah wafat", dll.

Padahal,
ungkapan "melupakan" itu bukan berarti "tidak ingat", tetapi lebih dimaknai agar si empunya mau "meng-ikhlas-kan" pada segala hal yang terjadi dan terkenang di masa lalu. Tidak perlu kita mengukir dendam berkepanjangan, atau memendam benci sampai tuju turunan. Jika ini terjadi, maka banyak penyakit lahir dan batin akan antri mendatangi si empu ini. Namun apabila si empu ini mau dan mampu mengikhlaskan, segala kenangan buruk akan berhikmah kebaikan dan segala kenangan baik akan berdampak sangat baik, seperti menabur benih-benih guna menuai hasil secara berkelanjutan.

Semoga kita termasuk orang-orang yang mau dan mampu meng-ikhlas-kan masa lalu untuk merangkai kebaikan masa kini dan masa depan.

Titik Balik ke-Manusia-an

Ketika sang motivator kehilangan motivasi untuk dirinya sendiri

Ketika sang kyai membutuhkan siraman rohani

Ketika sang dokter lupa menjaga kesehatannya sendiri

Ketika sang guru lupa memraktekkan apa yang diajarkan pada orang lain

Ketika semangat mencintai menjadikan lupa cinta pada diri sendiri

Ketika sang pe-dzikir lupa menghitung jumlah bacaan dzikirnya

Ketika sang pendekar lupa menakhlukan hawa nafsunya sendiri

Ketika sang politikus melupakan jalan kemenangan, berbelok asyik membela kebenaran hakiki

Ketika sang pejuang membayangkan tanda jasa pada pusara kuburnya

Ketika kesetiaan menanti babak ke lain hati


Pandangan manusia terhadap manusia lain, kadang berlaku hukum logika normal. Sehingga banyak yang kaget manakala terjadi peristiwa di luar logika normal. Padahal semua di dunia ini serba mungkin. Apalagi hukum manusia berbeda dengan hukum malaikat. Laju perjalanan manusia mengikuti garis kehidupan yang dinamis.

Orang yang beruntung adalah mereka yang sangat cepat bangkit dari keterpurukan diri.

KONSISTENSI NAMA

Secara umum pemberian nama orang disesuaikan dengan latar belakangnya, seperti bangsa, bahasa, suku, agama, dll. Nama-nama seperti Bambang, Sri, Agus, Joko, Tutik, dll. banyak ditemukan pada orang-orang Indonesia bersuku Jawa. Nama Ahmad, Yusuf, Anisa, Zulaikah, dll. banyak ditemukan pada orang-orang beragama Islam. Sehingga kita lebih mudah menebak latar belakang seseorang dari namanya.

Namun seiring perkembangan jaman di era global ini, nama orang cenderung makin unik dan diluar kebiasaan dalam memberikan nama. Ada yang hobby mengadopsi nama yang ke-barat-barat-an, biar berkesan modern, misalnya Robert, Charles, dll.. Ada nama yang berdasarkan singkatan nama kedua orangtua. misalnya Artika dari nama orangtua Sugiarti dan Yunarka. Ada nama yang dikaitkan dengan waktu kelahiran, misalnya Aprilia lahir di bulan April.

Setelah orang mempunyai nama paten. Berlanjut pada orang lain yang berusaha memanggil sesuai namanya. Tetapi ada juga panggilan yang tidak sesuai dengan nama aslinya. Ada panggilan yang melekat sejak balita karena si anak waktu itu tidak bisa mengucapkan namanya sendiri, misalnya karena ada huruf R, dll. Contoh : Ari jadi Ayi, Shaila jadi Lala, dll.

Ternyata panggilan tidak berhenti sampai di situ. Terkadang saat masuk dunia perkuliahan, teman kos suka iseng memberikan julukan yang aneh-aneh. Hebatnya, julukan itu menjadi panggilan beken yang bisa bertahan puluhan tahun. Lebih hebat lagi, setelah lebih dari 10 tahun, mantan teman-teman kosnya kesulitan mengingat siapa nama aslinya, karena yang teringat hanya nama panggilan saja. Kalau toh ingat, paling hanya 1 kata saja, misalnya Heru, Agus, Sari, dll. Tetapi tidak tahu persis nama lengkapnya.

Belum lagi ulah para facebooker yang suka menggonta-ganti nama asli dengan sebutan yang disesuaikan dengan suasana hatinya. Akibat terlalu kreatif, nama asli malah hilang, berganti dengan julukan baru. Misalnya nama asli Siti Aminah, diganti dengan "Mawar merindukan kumbang". Kadang juga nama asli masih ada, walau tidak lengkap. Nama asli Abdul Hakim, diganti dengan "Abdul mencari cinta". dst-nya.

Banyak alasan orang memilih nama. Banyak alasan pula kenapa mengganti nama asli dengan sebutan tertentu. Namun apapun alasannya, jangan sampai perubahan nama hanya akan mempersulit diri sendiri. Cobalah publikasi nama secara konsisten, agar orang lain pun akan konsisten mengingat nama kita. Andaikan ada penelusuran data, misalnya lewat fasilitas search engine google, biodata kita akan lebih mudah ditemukan. Kecuali, anda adalah orang yang ingin menghilang dari peredaran komunikasi sosial.

AROGANSI KARAKTER

Arogansi karakter adalah sikap diri yang cenderung merendahkan orang lain yang mempunyai karakter berbeda. Ini bukan istilah baku, hanya sebagai penjelasan dalam tulisan ini.

Arogansi karakter muncul karena kebiasaan bergaul hanya dengan komunitas yang monoton. Ketika anak muda hanya berkumpul kemana-mana dengan sesama anak muda saja, maka biasanya dia cenderung kurang menghargai karakter anak kecil atau orang dewasa. Dia menganggap bahwa dunia anak muda adalah segalanya. Maka segala nasehat atau peringatan dari anak kecil atau orangtua, sering dipandang sebelah mata.

Begitu juga dengan orangtua yang terlalu sering berkasak-kusuk hanya dengan sesama orangtua, maka kadang kurang bisa memahami bagaimana pergaulan dan karakter anak muda. Memang benar beliau ini pernah muda, tetapi jaman doeloe dengan jaman sekarang jelas berbeda. Dulu apel masih pake naik sepeda, buka pagar, ketuk pintu dan duduk salah tingkah kalo mertuanya ikut nimbrung ngobrol nemani anaknya. Lha sekarang jauh beda, tinggal pencet SMS "hai sayang, abang kangen adik nich!". Gak perlu lagi takut ketahuan bapak ibunya.

Banyak orang yang terkagum-kagum pada guru PAUD, guru playgroup dan guru SD, kok bisa-bisanya asyik bergaul dengan anak balita. Itulah kelebihan mereka, yang mampu berkomunikasi dengan menyesuaikan level khusus untuk anak balita.

Jika anak muda ingin belajar dewasa, maka perbanyaklah berkumpul dengan orangtua. Kalau di masyarakat, ada forum yang bisa mendekatkan itu semua, misalnya rapat RT, tahlilan, dll. Memang awalnya anak muda akan banyak terdiam malu. Tapi lama-lama bisa tertawa dan ikut mengimbangi obrolan. Dia juga mulai menyadari bahwa pola pikir orangtua itu berbeda.

Ada baiknya tiap orang mampu bergaul dengan berbagai macam level umur, dari kalangan balita sampai manula. Balita yang suka dikenalkan benda-benda, anak-anak yang suka diajak jalan-jalan, remaja yang suka mencari pasangannya, orang dewasa yang tertarik pada peluang karier, dan orang manula yang sangat senang ditanya sejarah masa lalunya.

Kita akan makin disukai manakala mampu berkomunikasi dengan menyesuaikan karakter teman bicara. Cobalah selami karakter dan pola pikirnya. Kemudian bawalah alur pembicaraan pada misi anda. Inilah kunci menjadi marketing dan pempimpin yang karismatik.

MEREMEHKAN ORANG LAIN

Terkadang tanpa pertimbangan matang, kita suka meremehkan orang lain hanya karena kondisi saat ini pada orang lain tersebut. Misalnya meremehkan karena dia bodoh, pelupa, miskin, nakal, dll. Sehingga dalam hati, kita sering menilai psimis nasib dia pada masa yang akan datang. Misalnya, ketika seorang murid umur sepuluhtahunan suka mencuri dan mengganggu teman yang lain, maka sang guru sempat berpikir negatif bahwa "tentu si murid ini kelak akan menjadi orang jahat". Benarkah?

Ternyata perjalanan manusia yang satu kadang menjadi misteri bagi pandangan sebagian manusia yang lain. Masa muda yang jahat belum tentu menghasilkan penjahat di masa tua. Demikian juga masa muda yang alim belum tentu melahirkan ulama di masa tuanya.

Setiap manusia mempunyai pilihan dalam perjalanan hidupnya. Apa yang dipilih tergantung suasana hati dan pengaruh lingkungan sekitarnya. Ada orang baru nakal di usia tua karena masa mudanya berada di lingkungan yang 'memaksa' dia untuk alim. Namun ketika tua, dimana peluang dan kondisi memungkinkan, keinginan 'mencoba' mendorong dia untuk berbuat nakal.

Ada orang ketika sekolah SMP terkenal nilainya jeblok dan tulisan tangannya seperti cakar ayam, sehingga teman-temannya menilai dia ini orang bodoh dan hidupnya di masa depan akan susah. Sepuluh tahun berselang, ternyata dia menjadi orang yang paling kaya diantara teman-temannya. Dia terbukti sangat berbakat dalam perdagangan.

Banyak orang ketika masa pendidikan belum mampu menemukan apa bakat (kelebihan) dan minatnya. Sehingga lingkungan sekitarnya sering hanya menilai dari "kulit"nya saja. Namun sepuluh tahun kemudian banyak orang terkesima, karena dia mampu berjuang dan membuktikan bisa berdiri di atas kaki sendiri dengan berdasar pada bakat dan minatnya.

Jangan gegabah meremehkan orang, karena kita belum tentu tahu pasti bagaimana kondisi luar-dalamnya orang tersebut. Andaikan tahu pun, kondisi saat ini hanyalah rujukan data statistik belaka apabila akan digunakan untuk meramalkan bagaiamana dia di masa depan. Itupun semua prediksi dapat keliru 100% karena memang kehidupan masa depan adalah salah satu bagian dari misteri-NYA.

Mahasiswa Recycle

Dua puluhan tahun lalu terkenal istilah "mahasiswa abadi" untuk sebutan mereka yang kuliah tidak lulus-lulus, yang kadang tembus waktu lebih dari sepuluh tahun untuk menyelesaikan kuliahnya. Sekarang ini masa waktu kuliah untuk jenjang S1 dibatasi 7 (tujuh) tahun. Pembatasan ini cenderung tegas tanpa kompromi untuk untuk beberapa universitas. Namun beberapa universitas masih memberikan kelonggaran waktu. Biasanya diberi waktu perpanjangan 2 (dua) tahun lagi, tetapi dengan nomor mahasiswa seperti mahasiswa yang baru masuk. Kondisi seperti ini sering disebut sebagai Mahasiswa Recycle.

Ketika mengamati perilaku dan mencoba mendengarkan keluh kesah para mahasiswa recycle ini, banyak cerita yang bisa didapat dan diambil hikmahnya. Untuk lebih mudahnya, sebutan mahasiswa recycle disingkat dengan MR ya...

Ketika seseorang masuk menjadi mahasiswa di suatu universitas, yang terbayang adalah dia akan cepat lulus dan meraih gelar sarjana. Tapi toh diantara mereka ada yang terjebak menjadi MR. Kenapa ini terjadi? sangat beragam penyebabnya. Namun dapat dipastikan mereka menjadi MR penyebabnya 90% bukan karena kebodohan. Beberapa penyebab tersebut antara lain sbb. :

1. Salah pilih jurusan
Ternyata, banyak calon mahasiswa baru yang belum mampu menemukan apa potensi bakat dan minat keilmuannya. Sehingga pemilihan jurusan lebih banyak ditentukan oleh "trend". Padahal jurusan yang berkualitas dan jumlah peminatnya banyak, belum tentu sesuai dengan bakat dan minatnya. Ada juga, mereka memilih jurusan tertentu karena desakan orangtuanya atau mengikuti pilihan sahabat dekatnya. Sebenarnya, apabila dia mampu beradaptasi dengan jurusan yang dipilih, untuk kuliah dan lulus bukanlah jalan sulit. Tetapi sangat fatal apabila dia tidak punya semangat lagi untuk mendalami keilmuan di jurusan tersebut karena dia tidak suka. Tiada motivasi inilah yang mendorong mereka menjauhi kampus dan akhirnya tanpa sadar menjadi MR. Biasanya dia akan tersadar jadi MR kalau mengetahui kebanyakan teman seangkatan sudah lulus.

2. Masalah Cinta
Kata orang, cinta bukan sekedar ber-sms ria atau jalan bareng menikmati kuliner di pelosok kota. Ternyata cinta mampu mengendalikan perilaku, yang kekuatannya bisa sebesar perilaku penganut agama. Kebiasaan sehari-hari bisa berubah total, karena cinta. Bahkan, harapan hidup pun bisa melayang hanya karena kehilangan cinta.
Banyak para mahasiswa yang menjadi MR karena patah hati. Rasa dikhianati, sakit hati, benci, dendam dan tiadak gairah hidup membuat urusan perkuliahan menjadi sesuatu yang tidak penting. Mereka yang gagal dalam percintaan ini lebih memilih jalan pelampiasan, yang ujungnya semakin menjauhi kegiatan kampus.
Apakah para MR ini mampu kembali ke kampus dan menyelesaikan kuliah, tergantung sejauh mana penyimpangan dan seberapa besar motivasi untuk memperbaiki diri. Jika pelariannya itu menimbulkan efek baru yang lebih besar, biasanya akan sulit untuk kembali. Misalnya pelarian menjadi PSK, pecandu narkoba dan miras, dll.

3. Faktor Ekonomi
Mungkin awalnya kuliah masih mempunyai dukungan dana lumayan. Namun ditengah jalan, dana sangat berkurang. Sehingga banyak mahasiswa memilih untuk cuti atau part time (nyambi) kerja. Kegiatan sampingan untuk mendapatkan uang ini kadang melupakan konsentrasi untuk belajar dalam perkuliahan.
Namun faktor ekonomi ini lebih banyak jalan solusi daripada penyebab lainnya karena di universitas biasanya banyak terdapat beasiswa bagi mahasiswa berprestasi dan kurang mampu. Kegiatan praktikum dan proyek kerjasama dosen juga biasanya mampu memberikan pendapatan tambahan bagia mahasiswa yang terlibat.
Kuncinya, para MR dengan alasan ekonomi harus gigih berjuang menjalin silaturahmi dan mencari/menciptakan peluang kerja.

4. Hobby
Banyak lho, mahasiswa yang larut dalam kegiatan penyaluran hobby sampai melupakan kewajiban kuliahnya, seperti bermain musik, panjat gunung, ndugem, olahraga, dll. Mereka lebih mementingkan hobby daripada kuliah. Mereka cenderung berteman dengan orang-orang yang punya hobby sama dibandingkan berteman dengan teman seangkatan. Selanjutnya mereka jarang terlihat di kampus, jarang mendapat informasi akademik, sehingga lambat laun akan ketinggalan dari teman-teman kuliahnya.
Menjalankan hobby tidak salah, karena terbukti banyak orang mendapatkan pekerjaan utama sesuai dengan hobbynya. Namun penyaluran hobby yang menyimbang dari perjuangan (kuliah) jelas akan menempatkan pilihan sulit, terus kuliah atau meredam hobbynya.

5. Dosen Pembimbing
Ini lebih cocok untuk para MR yang terhambat saat dia menyelesaikan skripsi. Faktor penghambat boleh jadi karena tidak ada keselarasan dengan dosen pembimbing. Bisa karena dosennya terlalu pandai, sehingga punya keinginan yang melebihi batas kemampuan bimbingannya. Bisa karena mahasiswanya sudah takut duluan untuk bertemu dosen pembimbingnya (biasanya karena termakan rumor negatif tentang si dosen).
Untuk menilai secara obyektif apakah karena dosen pembimbing atau mahasiswanya sendiri, dapat dilihat dari kacamata umum. Jika kebanyakan mahasiswa bimbingan dosen tersebut mengalami kesulitan (lulus lama), maka boleh jadi itu faktor dosennya. Namun jika kebanyakan mahasiswa bimbingan si dosen bisa lulus cepat, hanya segelintir yang lama, maka boleh jadi si mahasiswa MR itu yang bermasalah.
Melakukan bimbingan kepada dosen bukan sekedar transfer ilmu, tetapi juga belajar tata krama, konsistensi sikap, keuletan dan pengabdian. Pengalaman ini akan sangat berharga saat mahasiswa sudah lulus dan masuk dunia kerja.

6. Aktif Organisasi
Aktif organisasi akan melatih mahasiswa belajar manajerial dan kepemimpinan. Bagaimana dia belajar mempengaruhi orang lain untuk bekerjasama meraih tujuan bersama yang dicita-citakan. Organisasi yang baik akan mengajarkan obyektifitas dan profesionalitas. Obyektif memandang masalah tanpa intervensi doktrin yang menyesatkan. Profesional berbuat kepada siapa saja karena hakekat tanggungjawab itu kembali pada diri sendiri dan terukir sampai tua.
Pengikut organisasi yang terkotori oleh doktrin sesat dapat menjauhkan mahasiswa tersebut dari dunia perkuliahan dan pergaulan dengan dosen-pegawai. Apalagi jika mereka terjebak malah memusuhi dosen-pegawai dengan berbagai argumen. Ibarat seorang anak yang membenci orangtuanya, dia akan cenderung malas di rumah dan tidak mau mendengarkan nasehat (transfer ilmu) dari orangtuanya.
Fakta membuktikan, banyak tokoh besar berasal dari mereka yang kuliahnya menjadi aktifis organisasi. Tetapi banyak pula mereka yang MR juga karena terlalu asyik aktif berorganisasi, sampai lupa meraih IPK yang tinggi.

Sebagai penutup,
sebenarnya para MR ini sudah mengalami tekanan yang sangat besar. Tekanan kampus yang mengancam DO bila tidak segera menyelesaikan kuliahnya. Tekanan lingkungan dimana adik kelas suka usil bertanya "udah kerja dimana mas?", padahal lulus juga belum. Tekanan orangtua yang meneror menanyakan kapan lulusnya. dll.
Melihat kondisi ini, alangkah baiknya kita beri perhatian yang besar kepada mereka ini. Yakinlah mereka dulu juga tidak bermimpi menjadi MR. Maka, perhatian dan bantuan apapun dari kita akan sangat membantu mereka, minimal memotivasi mereka untuk memanfaatkan sisa waktu dengan berjuang dan terus berjuang agar bisa lulus dan diwisuda.

JALAN PINTAS

Sebuah koran lokal memberitakan kebiasaan mahasiswa sekarang ini cenderung lebih suka mencari bahan-bahan kuliah dengan bantuan mbah Google (browsing di internet) daripada mencari literatur di perpustakaan. Prinsip yang digunakan sederhana, kalau ada cara yang lebih mudah kenapa memilih cara yang lebih sulit?
Sehingga wajar pada ilmuwan saat ini lebih suka mengoleksi file-file literatur daripada memenuhi ruang kerjanya dengan lemari berisi buku-buku.

Kemajuan iptek, terutama bidang teknologi komunikasi dan informasi, memang cenderung merubah perilaku manusia secara umum. Banyak fenomena yang sangat kontras berbeda dengan 20 tahun yang lalu atau sebelumnya, khususnya sebelum trend penggunaan komputer, hand phone dan internet.

Sekarang ini, terasa aneh bila melihat seseorang tidak membawa hand phone. Bahkan benda ini lebih membuat ketagihan dibandingkan dengan pecandu rokok. Hanya segelintir orang saja yang bersikukuh anti memakai hand phone, tentu dengan alasan yang meyakinkan. Sementara bagi pemakai hand phone, barang ini adalah kebutuhan dasar, yang mungkin sejajar dengan pangan-sandang.

Sebentar lagi, orang akan merasa aneh melihat dua pihak berkirim surat ala media pak pos. Kenapa tidak dengan email saja, begitu komentarnya. Namun surat-menyurat konvensional saat ini masih lumayan akrab di pedesaan, tetapi lumayan hilang di perkotaan. Kecuali surat-menyurat yang berkekuatan hukum tinggi.

Bersilaturahmi juga sama saja, tidak lagi berpikir untuk datang ke rumahnya dan mengetuk pintu serta berbasa-basi di ruang tamu. Cukup dengan SMS "gimana kabarmu?" dll. Jadi wajar jika banyak generasi muda sekarang tidak familiar dengan adab kesopanan dalam bertamu. Ini bukan berarti mereka tidak sopan, tetapi lebih disebabkan kebiasaan ini tidak lazim lagi dalam dunia mereka.
Dengan adanya wabah SMS, banyak orang terdiam sendiri di berbagai tempat. Tapi dengan bantuan mata dan jemari tangan, angan melanglang buana kemana-mana dengan menebar SMS ke berbagai orang. Sampai dia tidak sadar bahwa tubuhnya berada di ruang publik, yang kadang harus menyapa atau disapa oleh orang-orang di dekatnya.
Wabah ini bahkan juga merambah ke pengendara motor dan mobil, sampai harus mengatur konsentrasi antara melihat ke jalan dan mengirim pesan SMS. Semoga tidak ada yang iseng membentak di sampingnya, karena pasti akan kaget dan resiko kecelakaan akan sangat tinggi, terutama untuk pengendara motor.

Mengungkap kangen dan cinta juga tidak perlu apel setor tubuh, kecuali ada misi "tubuh bertemu tubuh". Kalau hanya kangen, banyak dilakukan dari lokasi yang berbeda, namun isi SMS seakan mereka sedang berdua saja di dunia ini. "Yank, aku kangen..... muach-muach". dll. dll.
Tapi jangan komplain apabila si penerima pesan, walau menjawab dengan mesra, tapi bisa saja dia saat itu sedang bersama dengan "tubuh" yang lain. So, jalan pintas jelas punya sisi kelemahan juga.

Lihat juga suasana rapat dimana-mana. Terkesan anggota rapat terdiam mendengarkan sang moderator. Tapi tengoklah tangan-tangan mereka di bawah meja, yang asyik mengirim-menerima pesan ke/dari tempat lain. Haruskah sebelum rapat ada aturan penyanderaan HaPe?

So, jalan pintas mana yang kita pilih menjadi jalan terbaik? ataukah kita memilih menghindarinya? mari kita renungkan

Minggu, 07 November 2010

Surat Cinta Seorang Ikhwan

Berikut ini adalah sebuah surat cinta dari seorang ikhwan, yang ditujukan kepada seorang akhwat. Surat cinta ini, bukanlah sekedar surat cinta biasa, namun juga surat yang sarat dengan nilai islami. Surat ini menyiratkan perasaan seseorang yang sudah memendam perasaan terhadap seorang akhwat selama 2 tahun.

Assalamu’alaikum wahai engkau yang melumpuhkan hatiku

Tak terasa dua tahun aku memendam rasa itu, rasa yang ingin segera kuselesaikan tanpa harus mengorbankan perasaan aku atau dirimu. Seperti yang engkau tahu, aku selalu berusaha menjauh darimu, aku selalu berusaha tidak acuh padamu. Saat di depanmu, aku ingin tetap berlaku dengan normal walau perlu usaha untuk mencapainya.

Takukah engkau wahai yang mampu melumpuhkan hatiku? Entah mengapa aku dengan mudah berkata “cinta” kepada mereka yang tak kucintai namun kepadamu, lisan ini seolah terkunci. Dan aku merasa beruntung untuk tidak pernah berkata bahwa aku mencintaimu, walau aku teramat sakit saat mengetahui bahwa aku bukanlah mereka yang engkau cintai walaupun itu hanya sebagian dari prasangkaku. Jika boleh aku beralasan, mungkin aku cuma takut engkau akan menjadi “illah” bagiku, karena itu aku mencoba untuk mengurung rasa itu jauh ke dalam, mendorong lagi, dan lagi hingga yang terjadi adalah tolakan-tolakan dan lonjakan yang membuatku semakin tidak mengerti.

Sakit hatiku memang saat prasangkaku berbicara bahwa engkau mencintai dia dan tak ada aku dalam kamus cintamu, sakit memang, sakit terasa dan begitu amat perih. Namun 1000 kali rasa itu lebih baik saat aku mengerti bahwa senyummu adalah sesuatu yang berarti bagiku. Ketentramanmu adalah buah cinta yang amat teramat mendekap hatiku, dan aku mengerti bahwa aku harus mengalah.

Wahai engkau yang melumpuhkan hatiku, andai aku boleh berdoa kepada Tuhan, mungkin aku ingin meminta agar Dia membalikkan sang waktu agar aku mampu mengedit saat-saat pertemuan itu hingga tak ada tatapan pertama itu yang membuat hati ini terus mengingatmu. Jarang aku memandang wanita, namun satu pandangan saja mampu meluluhkan bahkan melumpuhkan hati ini. Andai aku buta, tentu itu lebih baik daripada harus kembali lumpuh seperti ini.

Banyak lembaran buku yang telah kutelusuri, banyak teman yang telah kumintai pendapat. Sebahagian mendorongku untuk mengakhiri segala prasangku tentangmu tentang dia karena sebahagian prasangka adalah suatu kesalahan,mereka memintaku untuk membuka tabir lisan ini juga untuk menutup semua rasa prasangmu terhadapku. Namun di titik yang lain ada dorongan yang begitu kuat untuk tetap menahan rasa yang terlalu awal yang telah tertancap dihati ini dan membukanya saat waktu yang indah yang telah ditentukan itu (andai itu bukan suatu mimpi).

Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, mungkin aku bukanlah pejantan tangguh yang siap untuk segera menikah denganmu. Masih banyak sisi lain hidup ini yang harus ku kelola dan kutata kembali. Juga kamu wahai yang telah melumpuhkan hatiku, kamu yang dengan halus menolak diriku menurut prasangkaku dengan alasan belum saatnya memikirkan itu. Sungguh aku tidak ingin menanggung beban ini yang akan berujung ke sebuah kefatalan kelak jika hati ini tak mampu kutata, juga aku tidak ingin berpacaran denganmu.

Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, mungkin saat ini hatiku milikmu, namun tak akan kuberikan setitik pun saat-saat ini karena aku telah bertekad dalam diriku bahwa saat-saat indahku hanya akan kuberikan kepada bidadari-ku nanti. Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, tolong bantu aku untuk meraih bidadari-ku bila dia bukanlah dirimu.

Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, tahukah kamu betapa saat-saat inilah yang paling kutakutkan dalam diriku, jika saja Dia tidak menganugerahi aku dengan setitik rasa malu, tentu aku telah meminangmu bukan sebagai istriku namun sebagai kekasihku. Andai rasa malu itu tidak pernah ada, tentu aku tidak berusaha menjauhimu. Kadang aku bingung, apakah penjauhan ini merupakan jalan yang terbaik yang berarti harus mengorbankan ukhuwah diantara kita atau harus mengorbankan iman dan maluku hanya demi hal yang tampak sepele yang demikian itu.

Aku yang tidak mengerti diriku…

Ingin ku meminta kepadamu, sudikah engkau menungguku hingga aku siap dengan tegak meminangmu dan kau pun siap dengan pinanganku?! Namun wahai yang telah melumpuhkan hatiku, kadang aku berpikir semua pasti berlalu dan aku merasa saat-saat ini pun akan segera berlalu, tetapi ada ketakutan dalam diriku bila aku melupakanmu… aku takut tak akan pernah lagi menemukan dirimu dalam diri mereka-mereka yang lain.

Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, ijinkan aku menutup surat ini dan biarkan waktu berbicara tentang takdir antara kita. Mungkin nanti saat dimana mungkin kau telah menimang cucu-mu dan aku juga demikian, mungkin kita akan saling tersenyum bersama mengingat kisah kita yang tragis ini. Atau mungkin saat kita ditakdirkan untuk merajut jalan menuju keindahan sebahagian dari iman, kita akan tersenyum bersama betapa akhirnya kita berbuka setelah menahan perih rindu yang begitu mengguncang.

Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, mintalah kepada Tuhan-mu, Tuhan-ku, dan Tuhan semua manusia akhir yang terbaik terhadap kisah kita. Memintalah kepada-Nya agar iman yang tipis ini mampu bertahan, memintalah kepada-Nya agar tetap menetapkan malu ini pada tempatnya.

Wahai engkau yang sekarang kucintai, semoga hal yang terjadi ini bukanlah sebuah DOSA.

Wassalam


Read more: http://cintaukhti.blogspot.com/2010/03/blog-post.html#ixzz14bEpe9pM

Do’a seorang akhwat


Buat semua yang merasa dirinya seorang akhwat ataupun seorang ukhti, amini doa ini.
Buat selain akhwat atau ukhti baca dan renungi doa ini

Tuhanku…
Aku berdo’a untuk seorang pria yang akan menjadi bagian dari hidupku
Seseorang yang sungguh mencintaiMu lebih dari segala sesuatu
Seorang pria yang akan meletakkanku pada posisi kedua di hatinya setelah Engkau
Seorang pria yang hidup bukan untuk dirinya sendiri tetapi untukMu



Wajah tampan dan daya tarik fisik tidaklah penting
Yang penting adalah sebuah hati yang sungguh mencintai dan dekat dengan Engkau
dan berusaha menjadikan sifat-sifatMu ada pada dirinya
Dan ia haruslah mengetahui bagi siapa dan untuk apa ia hidup sehingga hidupnya tidaklah sia-sia
Seseorang yang memiliki hati yang bijak tidak hanya otak yang cerdas
Seorang pria yang tidak hanya mencintaiku tapi juga menghormatiku
Seorang pria yang tidak hanya memujaku tetapi juga dapat menasihatiku ketika aku berbuat salah
Seseorang yang mencintaiku bukan karena kecantikanku tapi karena hatiku
Seorang pria yang dapat menjadi sahabat terbaikku dalam setiap waktu dan situasi
Seseorang yang dapat membuatku merasa sebagai seorang wanita ketika aku di sisinya
Tuhanku…
Aku tidak meminta seseorang yang sempurna namun aku meminta seseorang yang tidak sempurna,
sehingga aku dapat membuatnya sempurna di mataMu
Seorang pria yang membutuhkan dukunganku sebagai peneguhnya
Seorang pria yang membutuhkan doaku untuk kehidupannya
Seseorang yang membutuhkan senyumku untuk mengatasi kesedihannya
Seseorang yang membutuhkan diriku untuk membuat hidupnya menjadi sempurna
Tuhanku…
Aku juga meminta,
Buatlah aku menjadi wanita yang dapat membuatnya bangga
Berikan aku hati yang sungguh mencintaiMu sehingga aku dapat mencintainya dengan sekedar cintaku
Berikanlah sifat yang lembut sehingga kecantikanku datang dariMu
Berikanlah aku tangan sehingga aku selalu mampu berdoa untuknya
Berikanlah aku penglihatan sehingga aku dapat melihat banyak hal baik dan bukan hal buruk dalam dirinya
Berikanlah aku lisan yang penuh dengan kata-kata bijaksana,
mampu memberikan semangat serta mendukungnya setiap saat dan tersenyum untuk dirinya setiap pagi
Dan bilamana akhirnya kami akan bertemu, aku berharap kami berdua dapat mengatakan:
“Betapa Maha Besarnya Engkau karena telah memberikan kepadaku pasangan yang dapat
membuat hidupku menjadi sempurna.”
Aku mengetahui bahwa Engkau ingin kami bertemu pada waktu yang tepat
Dan Engkau akan membuat segala sesuatunya indah pada waktu yang telah Engkau tentukan
Amin….

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger