Sebuah fenomena, mungkin bukan kesimpulan, namun dapat merupakan kebanyakan yang terjadi. Sejarah mengatakan bahwa kebanyakan pejuang berujung pada makam pahlawan, itupun kalo perjuangannya terdaftar, diakui, atau disamakan (baca: terekam dan diberi penghargaan). Banyak pula pejuang dimana saat "tangan kanan" berbuat kebaikan, maka "tangan kiri" tidak diberitahu. Mengapa? karena perjuangan adalah tujuan, bukan alat mencapai tujuan lain, seperti : kekuasaan !
Sebaliknya, banyak para penguasa yang menempuh jalan sebagai 'pejuang gadungan'. Seakan membela atas nama kebenaran, atas nama rakyat, atas nama orang banyak, dll. Yang benar "atas nama"-nya doank, buntutnya : untuk diri sendiri, keluarga dan kelompok pendukungnya. Label 'perjuangan' hanyalah sebuah slogan yang ditumpahkan pada media massa, sebagai suatu jalur karpet merah bertuliskan "membangun citra". Sampai dalil demokrasi yang tidak pandang bulu siapa pemilihnya - entah pejabat atau penjahat, entah kyai atau peng-korupsi, entah ABG atau sang begawan - semua dinilai "one man one vote".
Jika kita memilih jalur sebagai pejuang, siap-siaplah, jika berhasil belum tentu dipuji, sangat mungkin ditelikung (kudeta) oleh pejuang gadungan tadi. Jika tidak berhasil, harus siap dicela dan disalahkan satu kompi.
Bahwasannya, kebanyakan orang memilih 'jalur aman' alias 'melu katuting angin' alias 'sing penting iso mukti'. Jadi mereka ini memilih slogan "diam itu aman, agak salah" dan "berbuat itu bisa salah", jadi menunggu saat tepat untuk jual tampang dan kehormatan demi sebuah prestise.
Sejarah membuktikan, para nabi dan rosul yang jelas-jelas jaminan syurga, tidak otomatis bersih dari musuh. Bahkan kadang penuh cobaan dengan taruhan waktu, tenaga, dan harta benda. Bahkan nyawa pun sering terancam.
Lha, kita-kita yang jelas jauh dari itu, jika berniat jadi pejuang, ya jangan kaget kalo ternyata banyak yang gak suka, banyak yang fitnah, banyak yang ngambil keuntungan dari jerih payah kita, dan bahkan saat kita jatuh tak satu pun yang tergerak membelanya.
Kata Simbah doeloe, "banyak teman saat gembira, tapi sangat jarang ada teman berbagi derita".
Memang idealnya Pejuang akan jadi Penguasa, sehingga ruh perjuangan tetap dilanjutkan. Tapi kebanyakan Penguasa lebih suka mengamankan posisinya. Jarang Penguasa yang mau berkorban dengan anak buahnya. Jarang pula pejuang sejati yang mengejar kekuasaan.
Akhirnya hanya ada 2 pilihan, jadi Pejuang atau Penguasa. Sangat jarang 2 pilihan itu ada pada 1 orang, walau tetap saja ada. dan berbahagialah suatu kaum yang pemimpinnya memenuhi 2 kriteria itu.
Sabtu, 22 Januari 2011
Pejuang Bukan Penguasa, Penguasa Bukan Pejuang
Posted by Prihantoenoe Hutoemoe on 11.49
0 komentar:
Posting Komentar